Followers

Saturday 20 June 2015

Mie Maggi panas untuk ayah

Tersentak hati seorang ayah

Empat tahun yang lalu, kemalangan  telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan isteriku sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil.


Begitulah yang kurasakan, karena selama ini aku merasa bahwa aku telah gagal, tidak boleh memenuhi keperluan jasmani dan rohani anakku, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anakku.



Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke pejabat, anakku masih tertidur. Ohhh aku harus menyediakan makan untuknya.


Karena masih ada sisa nasi di dapur, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anakku yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja.


Tekanan berganda yang kujalani, membuat tenagaku benar-benar teruji. Suatu hari, kerja  ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, aku langsung masuk ke bilik tidur, dan melewatkan makan malam.


Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan….. di sanalah sumber ‘masalah’nya … sebuah mangkuk yang pecah dengan mie segera yang berantakan di seprai dan selimut!


Oh…Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anakku yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan demi pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:


“Ayah, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie segera. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan dapur gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya . Karena aku takut mie’nya akan menjadi sejuk, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainanku, aku minta maaf,ayah …aku benar-benar minta maaf ayah “


Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku, tetapi, aku tidak ingin anakku melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke bilik mandi dan menangis dengan menyalakan shower di bilik mandi untuk menutupi suara tangisku. Setelah beberapa lama, aku hampiri anakku, kupeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipunggongnya, lalu aku memujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.


Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku masuk  bilik anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di punggongnya, tapi karena dia sedang melihat foto ibu yang dikasihinya.



No comments:

Post a Comment